Main » 2009»July»13 » Kisah Nyata 7 kali naik Haji tidak dapat melihat Ka'bah.
Kisah Nyata 7 kali naik Haji tidak dapat melihat Ka'bah.
2:12 PM
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan (bukan
nama sebenarnya), mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang
kelima. Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang
dengan ajakan anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu secara
material,mereka memang berkewajiban menunaikan ibadah Haji. Segala
kelengkapan sudah disiapkan. ibu anak-anak ini akhirnya berangkat ke
tanah suci. Keadaan keduanya sihat walafiat, tak kurang satu apapun.
Tiba harinya mereka melakukan thawaf dengan hati dan niat ikhlas
menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam. 'Labaik Allahuma labaik,
aku datang memenuhi seruanMu ya Allah'.
Hasan menggandeng ibunya
dan berbisik, 'Ummi undzur ila Ka'bah (Bu, lihatlah Ka'bah).' Hasan
menunjuk kepada bangunan empat persegi berwarna hitam itu. Ibunya yang
berjalan di sisi anaknya tak beraksi dia terdiam. Perempuan itu sama
sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh anaknya.
Hasan
kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut wajah ibunya.
Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak mengerti mengapa
ia tak bisa melihat apapun selain kegelapan. beberapakali ia
mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang tampak hanyalah kegelapan.
Padahal, tak ada masalah dengan kesihatan matanya. Beberapa minit yang
lalu dia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki
Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gulita. Tujuh kali Haji Anak
yang sholeh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia shalat memohon
ampunan-Nya.
Hati Hasan begitu sedih. Siapapun yang datang ke
Baitulah, mengharap rahmatNYA.Terasa hampa menjadi tamu Allah, tanpa
menyaksikan segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga
rahmat-Nya. Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan
taubatnya yang sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan
anugerah-Nya, dengan menatap Ka'bah, kelak. Anak yang soleh itu berniat
akan kembali membawa ibunya berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik
belum berpihak kepadanya.
Tahun berikutnya kejadian serupa
terulang lagi. Ibunya kembali dibutakan didekat Ka'bah, sehingga tak
dapat menyaksikan bangunan yang merupakan symbol persatuan umat Islam
itu. Wanita itu tidak dapat melihat Ka'bah. Hasan tidak patah arang. Ia
kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun berikutnya.
Anehnya,
ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka'bah. Setiap berada di Masjidil
Haram, yang tampak di matanya hanyalah gelap dan gelap. Begitulah
keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu berulang
sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji.Hasan tak habis fikir, dia tak
mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka'bah.
Padahal,
setiap kali berada jauh dari Ka'bah, penglihatannya selalu normal. Dia
bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat azab
dari Allah SWT ?.. Apa yang telah diperlakukan ibunya, sehingga
mendapat musibah seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk dalam
dirinya. Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang
dapat membantu permasalahannya.
Beberapa saat kemudian ia
mendengar ada seorang ulama yang terkenal kerana kesohlehannya dan
kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat). Tanpa kesulitan bererti, Hasan
dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud. Ia pun mengutarakan masalah
kepada ulama yang soleh ini. Ulama itu mendengarkan dengan saksama,
kemudian meminta agar Ibu Hasan perlu menelefonnya. Anak yang berbakti
ini pun pulang. Setibanya di tanah kelahirannya, dia meminta ibunya
untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi tersebut.
Beruntung, sang
Ibu mau memenuhi permintaan anaknya. Ia pun menelefon ulama itu, dan
menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya di tanah suci. Ulama itu
kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin ada
perbuatan atau peristiwa yang terjadi padanya di masa lalu,sehingga ia
tidak mendapat rahmat Allah. Sarah diminta untuk bersikap terbuka,
mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya. 'Anda harus
berterus-terang kepada saya, karana masalah anda bukan masalah senang,'
kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak. Kemudian dia meminta
waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu
tidak mendapat sebarang khabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah
percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah menelefon. 'Ustaz, waktu
masih muda, saya bekerja sebagai jururawat di rumah sakit,' cerita
Sarah akhirnya. 'Oh, bagus..... Pekerjaan jururawat adalah pekerjaan
mulia,' potong ulama itu. 'Tapi saya mencari wang sebanyak-banyaknya
dengan berbagai cara, tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau
haram,' ungkapnya terus terang. Ulama itu terkejut. Ia tidak menyangka
wanita itu akan berkata demikian. 'Disana....' sambung Sarah, 'Saya
sering kali menukar bayi, karana tidak semua ibu senang dengan bayi
yang telah dilahirkan. Kalau ada yang menginginkan anak laki-laki,
padahal bayi yang dilahirkannya perempuan, dengan imbuhan wang, saya
tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan mereka.'
Ulama
tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah. 'Astagfirullah. ...'
betapa tega wanita itu menyakiti hati para ibu yang diberi amanah Allah
untuk melahirkan anak. Bayangkan, betapa banyak keluarga yang telah
dirosaknya, sehingga tidak jelas nasabnya. Apakah Sarah tidak tahu,
bahawa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat penting. Jika
seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas. Padahal,
nasab ini sangat menentukan dalam perkawinan, terutama dalam masalah
mahram atau muhrim, iaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi.'Cuma
itu yang saya lakukan,' ucap Sarah. 'Cuma itu ?' tanya ulama
terperanjat. 'Tahukah anda bahawa perbuatan anda itu dosa yang luar
biasa, betapa banyak keluarga yang sudah anda hancurkan!'. ucap ulama
dengan nada tinggi.'Lalu apa lagi yang Anda kerjakan? tanya ulama itu
lagi sedikit kesal. 'Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas
memandikan orang mati.' 'Oh bagus, itu juga pekerjaan mulia,' kata
ulama. 'Ya, tapi saya memandikan orang mati karana ada kerja sama
dengan tukang sihir.' 'Maksudnya?' tanya ulama tidak mengerti. 'Setiap
saya bermaksud menyengsarakan orang, baik membuatnya mati atau sakit,
segala perkakas sihir itu sesuai dengan syaratnya, harus dipendam di
dalam tanah. Akan tetapi saya tidak menguburnya di dalam tanah,
melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang mati.'
'Suatu
kali, pernah seorang alim meninggal dunia. Seperti biasa, saya
memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan
lain-lain ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti
terpental, tidak hendak masuk, walaupun saya sudah menekannya
dalam-dalam. Benda-benda itu selalu kembali keluar. Saya cuba lagi
begitu seterusnya berulang-ulang. Akhirnya, emosi saya memuncak, saya
masukkan benda itu dan saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya
lakukan.' Mendengar pertuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa,
ulama itu berteriak marah. 'Cuma itu yang kamu lakukan ?'.
'MasyaAllah....!!! Saya tidak dapat bantu anda. Saya angkat
tangan'.Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui perbuatan Sarah.
Tidak pernah terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia, apalagi dia
adalah wanita, yang memiliki nurani begitu tega, begitu keji. Tidak
pernah terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan perbuatan
sekeji itu. Akhirnya ulama itu berkata, 'Anda harus memohon ampun
kepada Allah, kerana hanya Dialah yang dapat mengampuni dosa Anda.'
Bumi menolaknya.
Setelah
beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian ulama tidak mendengar khabar
selanjutnya dari Sarah. Akhirnya ia mendapat tahu dengan menghubunginya
melalui telepon. Ia berharap Sarah telah bertaubat atas segala yang
telah diperbuatnya. Ia berharap Allah akan mengampuni dosa Sarah,
sehingga Rahmat Allah datang kepadanya.Kerana tak juga memperoleh
khabar, ulama itu menghubungi keluarga Hasan di Mesir. Kebetulan yang
menerima telepon adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan khabar
Sarah,ternyata khabar duka yang diterima ulama itu. 'Ummi sudah
meninggal dua hari setelah menelefon ustad,' ujar Hasan. Ulama itu terkejut
mendengar khabar tersebut. 'Bagaimana ibumu meninggal, Hasan ?'. Tanya
ulama itu. Hasan pun akhirnya bercerita : Setelah menelefon ulama, dua
hari kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan
adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk
kemudian dimasukkan jenazah atas izin Allah, tanah itu rapat kembali,
tertutup dan mengeras. Para penggali mencari lokasi lain untuk digali.
Peristiwa itu berulang kembali. Tanah yang sudah digali kembali
menyempit dan tertutup rapat. Peristiwa itu berlangsung begitu cepat,
sehingga tidak seorangpun penghantar jenazah yang menyedari bahawa
tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Para
penghantar yang menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri dan merasakan
sesuatu yang aneh terjadi.Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah
berkaitan dengan perbuatan si mayat. Waktu terus berlalu, para penggali
kubur putus-asa kerana pekerjaan mereka tak juga selesai.
Siang
pun berlalu, petang menjelang, bahkan sampai hamper maghrib, tidak ada
satu pun lubang yang berhasil digali. Mereka akhirnya pasrah, dan
beranjak pulang. Jenazah itu dibiarkan saja tergeletak di hamparan
tanah kering kerontang. Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat
kepada ibunya, Hasan tidak tega meninggalkan jenazah orang tuanya
ditempat itu tanpa dikubur. Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak
mungkin. Hasan termenung di tanah perkuburan seorang diri. Dengan izin
Allah,tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian hitam
panjang, seperti pakaian khusus orang Mesir. Lelaki itu tidak tampak
wajahnya, kerana terhalang tutup kepalanya yang menjorok ke depan.
Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya,' Biar aku
tangani jenazah ibumu, pulanglah!'. kata orang itu. Hasan lega
mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu akan
menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur menggali lubang dan kemudian mengebumikan
ibunya. 'Aku minta supaya kau jangan menengok kebelakang,sampai tiba di
rumahmu, 'pesan lelaki itu.. Hasan mengangguk, kemudian ia meninggalkan
pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi pemakaman,terselit
keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan jenazah ibunya.
Sedetik kemudian ia menengok ke belakang. Betapa pucat wajah
Hasan,melihat jenazah ibunya sudah dililit api, kemudian api itu
menyelimuti seluruh tubuh ibunya. Belum habis rasa herannya, sedetik
kemudian dari arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan
ketakutan. Dengan langkah seribu, dia pun bergegas meninggalkan tempat
itu. Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga
mengaku, bahwa separuh wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas
kehitaman kerana terbakar.
Ulama itu mendengarkan dengan seksama
semua cerita yang diungkapkan Hasan. Dia menyarankan, agar Hasan segera
beribadah dengan khusyuk dan meminta ampun atas segala perbuatan atau
dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh ibunya. Akan tetapi, ulama itu
tidak menceritakan kepada Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya
kepada ulama itu. Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang
soleh itu memohon ampun dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di
pipinya dengan izin Allah akan hilang. Benar saja,tak berapa lama
kemudian Hasan kembali memberitahu ulama itu, bahawa lukanya yang dulu
amat terasa sakit dan panas luar biasa, semakin hari bekas kehitamannya
hilang. Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama hidup, Hasan
tetap mendoakan ibunya. Ia berharap, apapun perbuatan dosa yang telah
dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allah SWT.
Semoga
kisah nyata dari Mesir ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Wang
$50.000 atau $50 kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak derma
masjid, tetapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket. 45 minit
terasa terlalu lama untuk berzikir tapi betapa pendeknya waktu itu
untuk pertandingan bola sepak. Semua insan ingin memasuki syurga tetapi
tidak ramai yang berfikir dan berbicara tentang bagaimana untuk
memasukinya.